Akhirnya, kita masuk ke bagian terakhir dari tatalaksana pasien COVID-19, yaitu pada pasien derajat berat atau kritis. Pada pasien dengan gejala berat atau kritis ditemukan gejala klinis pneumonia berat hingga dapat mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis. Berikut penjelasan mengenai tatalaksana pasien COVID-19 dengan kondisi tersebut.
a. Isolasi dan pemantauan
- isolasi di ruang isolasi rumah sakit rujukan atau rawat secara kohorting
- pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai tabel berikut
- istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
- pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, hemostatis, LDH, D-dimmer
- pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
- monitor tanda-tanda sebagai berikut:
- takipnea, frekuensi napas ≥30 x/menit
- SpO2 dengan pulse oximetry ≤93%
- PaO2/FiO2 ≤300 mmHg
- peningkatan sebanyak >50% di keterlibata area paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam
- limfopenia progresif
- peningkatan CRP progresif
- asidosis laktat progresif
- monitor keadaan kritis
- gagal napas yang membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU
- bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator mekanik (alur gambar 1)
- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu sebagai berikut:
- gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV
- pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru
- posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position)
- terapi oksigen:
- inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 liter/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92-96%
- tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (high flow nasal cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis
- inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92-96%
- tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95)
- titrasi flow secara bertahap 5-10 liter/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika
- frekuensi nafas masih tinggi (≥35 x/menit)
- target SpO2 belum tercapai (92-96%)
- work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu napas aktif)
- kombinasi awake prone position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubas pada ARDS ringan hingga sedang
- evaluasi pemberian dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi
- Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakan metode ventilasi invasif atau trial NIV
- De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1-2 jam) hingga mencapai 25 L
- Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 30%
- NIV (Non Invasive Ventilation)
- Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95)
- Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi oksigen
- Inisiasi terapi oksigen dengan menggunakan NIV: mode BiPAP atau NIV + PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O. FiO2 40-60%
- Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-8 ml/Kg; jika pada inisiasi penggunaan NIV, dibutuhkan total tekanan inspirasi >20 cmH2O untuk mencapai tidal volume yg ditargetkan, pertimbangkan untuk segera melakukan metode ventilasi invasif (tambahkan penilaian alternatif parameter)
- Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2 92-96%
- Evaluasi penggunaan NIV dalam 1-2 jam dengan target parameter;
- Subjektif: keluhan dyspnea mengalami perbaikan, pasien tidak gelisah
- Fisiologis: laju pernafasan <30x/menit. Work of breathing menurun, stabilitas hemodniamik
- Objektif: SpO2 92-96%, pH >7,25, PaCO2; 30 – 55mmHg, PaO2 >60 mmHg, rasio PF > 200, TV 6-8 ml/kgBB
- Pada kasus ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk segera melakukan ventilasi invasif.
- Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan dengan NIV tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan metode ventilasi invasif.
- Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
- ventilasi mekanik invasif (ventilator)
- Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95)
- Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau pressure <30 cmH2O dan driving pressure <15 cmH2O. RR: 18 – 25 x/menit
- Pada ARDS sedang – berat diterapkan protokol Higher PEEP, dengan pemantauan terjadinya barotrauma pada penggunaan PEEP >10 cmH2O
- Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter (meski parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi prone selama 12-16 jam per hari
- Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkroni antar pasien dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang tinggi secara persisten dan ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan sedasi yang dalam, pemberian pelumpuh otot secara kontinyu selama 48 jam dapat dipertimbangkan
- Penerapan strategi terapi cairan konservatif pada kondisi ARDS
- Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus penggunaan mode APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter spesialis anestesi
- ECMO (Extra Corporeal Membrane Oxygenation)
- Pasien COVID-19 dapat menerima terapi ECMO di RS tipe A yang memiliki layanan dan sumber daya sendiri untuk melakukan ECMO. Pasien COVID-19 kritis dapat menerima terapi ECMO bila memenuhi indikasi ECMO setelah pasien tersebut menerima terapi posisi prone (kecuali dikontraindikasikan) dan terapi ventilator ARDS yang maksimal menurut klinisi.
- Indikasi ECMO:
- PaO2/FiO2 <60mmHg selama >6 jam
- PaO2/FiO2 <50mmHg selama >3 jam
- pH <7,20 + Pa CO2 >80mmHg selama >6 jam
- Kontraindikasi relatif :
- Usia ≥ 65 tahun
- Obesitas BMI ≥ 40
- Status imunokompromis
- Tidak ada ijin informed consent yang sah.
- Penyakit gagal jantung sistolik kronik
- Terdapat penyebab yang berpotensi reversibel (edema paru, sumbatan mucus bronkus, abdominal compartment syndrome)
- Kontraindikasi absolut :
- Clinical Frailty Scale Kategori ≥ 3
- Ventilasi mekanik > 10 hari
- Adanya penyakit komorbid yang bermakna :
- Gagal ginjal kronik stage III
- Sirosis hepatis
- Demensia
- Penyakit neurologis kronis yang tidak memungkinkan rehabilitasi.
- Keganasan metastase
- Penyakit paru tahap akhir
- Diabetes tidak terkontrol dengan disfungsi organ kronik
- Penyakit vaskular perifer berat
- Gagal organ multipel berat
- Injuri neurologik akut berat.
- Perdarahan tidak terkontrol.
- Kontraindikasi pemakaian antikoagulan.
- Dalam proses Resusitasi Jantung Paru.
- Komplikasi berat sering terjadi pada terapi ECMO seperti perdarahan, stroke, pneumonia, infeksi septikemi, gangguan metabolik hingga mati otak
- Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
- Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
- Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
- Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
- Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut dipertimbangkan.
- Antivirus:
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) ATAU
- Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
- Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
- Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan ventilator
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
- Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana syok yang sudah ada
- Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
- Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing apabila terapi standar tidak memberikan respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca, terapi plasma exchange (TPE) dan lain-lain
Sumber: PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3, Desember 2020
NB: informasi tambahan mengenai COVID-19 dapat dibaca di situs http://covid19.go.id
Comments
Post a Comment
Mohon kritik dsn saran yang membangun dari pembaca